DEFINISI PUASA
Secara bahasa, puasa (ash shiyam) dlm bahasa Arab artinya menahan diri, seperti
tersebut dlm firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
إِنِّي نَذَرْتُ
لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنسِيًّا
“Aku telah bernadzar kepada Allah utk menahan diri (dari
berbicara)”. [Maryam: 26].
Adapun secara istilah syar'i ialah, menahan diri dari hal-hal
nan membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari dgn disertai
niat.
AMALAN-AMALAN nan
BERHUBUNGAN DENGAN PUASA
1. Niat.
Jika telah masuk bulan Ramadhan, wajib bagi setiap muslim utk berniat puasa
pada malam harinya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ اْلفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ
لَهُ
“Barangsiapa nan tak berniat puasa sebelum fajar, maka tiada
baginya puasa itu”. [Riwayat Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, & Al Baihaqi, dari
Hafshah binti Umar]
Niat itu, tempatnya berada di hati. Sedangkan melafalkannya,
termasuk amal bid'ah. Berniat puasa pada malam hari, ini khusus utk puasa wajib
saja.
2. Qiyam Ramadhan.
a). Qiyam Ramadhan Disyariatkan Dengan Berjamaah.
Dalam melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) disyariatkan berjamaah.
Bahkan berjamaah itu lebih utama dibandingkan mengerjakannya sendirian, karena
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melakukan hal tersebut &
menjelaskan keutamaannya. Tersebut dlm hadits Abu Dzar:
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ الهِd صَلَّى الهُa عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ
فَلَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا حَتَّى
ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي السَّادِسَةِ وَقَامَ بِنَا
فِي الْخَامِسَةِ حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ فَقُلْنَا لَهُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ فَقَالَ إِنَّهُ مَنْ قَامَ
مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ ثُمَّ لَمْ
يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ ثَلَاثٌ مِنْ الشَّهْرِ وَصَلَّى بِنَا فِي
الثَّالِثَةِ وَدَعَا أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ فَقَامَ بِنَا حَتَّى تَخَوَّفْنَا
الْفَلَاحَ قُلْتُ لَهُ وَمَا الْفَلَاحُ قَالَ السُّحُورُ
“Kami berpuasa Ramadhan bersama Rasulullah. Beliau tak mengimami
shalat tarawih kami selama bulan itu, kecuali sampai tinggal 7 hari. Saat itu,
Beliau mengimami kami (shalat tarawih) sampai berlalu sepertiga malam. Pada
hari keenam (tinggal 6 hari), Beliau tak shalat bersama kami. Baru kemudian
pada hari kelima (tinggal 5 hari), Beliau mengimami kami (shalat tarawih)
sampai berlalu separoh malam. Saat itu kami berkata kepada Beliau: 'Wahai
Rasulullah. Sudikah engkau menambah shalat pada malam ini'. Beliau
menjawab,'Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imamnya sampai selesai,
niscaya ditulis baginya pahala shalat 1 malam'. Lalu pada malam keempat
(tinggal 4 hari), kembali Beliau tak mengimami shalat kami. Dan pada malam
ketiga (tinggal 3 hari), Beliau kumpulkan keluarga & istri-istrinya serta
orang-orang, lalu mengimami kami (pada malam tersebut) sampai kami takut
kehilangan kemenangan. Aku (perawi dari Abu Dzar) berkata: Aku bertanya, Apa
kemenangan itu?. Beliau (Abu Dzar) menjawab, Sahur. ” [HR At Tirmidzi].
Demikianlah shalat tarawih atau qiyamu ramadhan tak dilaksanakan
dgn berjamaah pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam & masa Abu
Bakar, sampai pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab. Rasulullah tak
melakukannya secara berjamaah terus-menerus, sebab Beliau khawatir hal itu akan
diwajibkan atas kaum Muslimin, sehingga ummatnya tak mampu mengerjakannya.
Disebutkan dlm hadits Aisyah (dalam Shahihain): “Bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar pada suatu malam, lalu shalat di masjid,
& beberapa orang ikut shalat bersamanya. Pagi harinya, manusia membicarakan
hal itu. Maka berkumpullah orang lebih banyak dari mereka, lalu (Rasulullah)
shalat & orang-orang tersebut shalat bersamanya. Pada keesokan harinya,
manusia membicarakan hal itu. Maka pada malam ke tiga, jama'ah semakin banyak,
lalu Rasulullah keluar & shalat bersama mereka. Ketika malam ke 4 masjid
tak dapat menampung jama'ah (namun Beliau tak keluar) sehingga Beliau keluar
utk shalat Subuh; ketika selesai shalat Subuh, Beliau menghadap jama'ah, lalu
membaca syahadat & bersabda: Amma ba'du. Aku sudah mengetahui sikap kalian.
Akan tetapi, aku khawatir shalat ini diwajibkan kepada kalian, lalu kalian tak
mampu melaksanakannya. Lalu (setelah beberapa waktu) Rasulullah meninggal,
& perkara tersebut tetap dlm keadaan tak berjamaah”. [HR Al Bukhari &
Muslim].
Jadi, sebab shalat ini tak dilaksanakan secara berjama'ah
terus-menerus pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
kekhawatiran beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam kalau-kalau shalat ini
diwajibkan atas umatnya. Dan sebab ini telah hilang dgn wafatnya beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam. karena dgn wafatnya beliau berarti agama ini
telah disempurnakan oleh Allah Azza wa Jalla, tak mungkin lagi ada penambahan.
Dengan demikian, tinggallah hukum disyariatkannya berjamaah dlm qiyam Ramadhan
(baca tarawih) nan hal itu dihidupkan oleh Umar bin al-Khaththab pada
kekhalifaannya.
b). Jumlah Rakaatnya.
Menurut pendapat nan rajih (kuat), qiyam ramadhan dikerjakan 11 rakaat, &
boleh kurang darinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tak menentukan
banyaknya maupun panjang bacaannya.
c). Waktunya.
Waktunya dikerjakan dari setelah shalat Isya` sampai munculnya fajar Subuh.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ زَادَ كُمْ صَلاَةً ،وَهِيَ الْوِتْرُ فَصَلُّوْهَا
بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Allah telah menambah kalian 1 shalat, & dia
adalah witir, maka shalatlah kalian antara shalat Isya sampai shalat Fajar”.
[HR Ahmad dari Abi Bashrah, & dishahihkan Al Albani dlm Qiyam Ar Ramadhan,
26].
d). Qunut.
Setelah selesai membaca surat & sebelum ruku, kadang-kadang Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca qunut, & boleh dilakukan setelah
ruku.
e). Bacaan Setelah Shalat Witir.
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُوْسِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُوْسِ
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُوْس
Cara membaca doa ini, yaitu dgn memanjangkan suara &
meninggikannya pada nan ketiga.
3). Sahur.
Allah mensyariatkan sahur atas kaum Muslimin utk membedakan puasa mereka dgn
puasa orang-orang sebelum mereka, sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dlm hadits Abu Sa'id Al Khudri:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ
أَكْلَةُ السَّحُوْرِ رواه مسلم
“Yang membedakan puasa kita ini dgn puasa ahli kitab adalah
makan sahur”. [Riwayat Muslim].
a). Keutamaan Sahur.
• Sahur adalah berkah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهَا بَرَكَةٌ أَعْطَاكُمُ اللهُ إِيَّاهَا فَلاَ تَدَعُوْهُ
رواه النسائي وأحمد بسند صحيح
“Sesungguhnya sahur adalah berkah nan diberikan Allah kepada
kalian, maka kalian jangan meninggalkannya”. [Riwayat An Nasa-i & Ahmad,
dgn sanad nan shahih].
Sahur sebagai suatu berkah dapat dilihat dgn jelas, karena itu
mengikuti Sunnah & menguatkan orang berpuasa, serta menambah semangat utk
menambah puasa. Juga mengandung maksud utk membedakan dgn ahli kitab.
• Shalawat dari Allah & malaikat ditujukan kepada orang nan
bersahur. Dalam hadits Abu Sa'id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
السَّحُوْرُ أَكْلَةُ الْبَرَكَةِ، فَلاَ تَدَعُوْهُ وَلَوْ أَنْ
يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ رواه ابن أبي شيبة وأحمد
“Sahur adalah makanan berkah, maka kalian jangan tinggalkan,
walaupun salah seorang dari kalian hanya meminum seteguk air, karena Allah
& para malaikat bershalawat atas orang-orang nan bersahur”. [Riwayat Ibnu
Abu Syaibah & Ahmad].
b). Mengakhirkan Sahur
Adalah Sunnah.
Disunnahkan memperlambat sahur sampai mendekati Subuh (Fajar), sebagaimana
disebutkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dlm hadits Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'anhu dari Zaid bin Tsabit, ia berkata:
تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيْثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ،
قُلْتُ:كَمْ كَانَ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَالسُّحُوْرِ؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِيْنَ
آيـة رواه البخاري ومسلم
“Kami sahur bersama
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Beliau pergi utk shalat. Aku
(Ibnu Abbas) bertanya: Berapa lama antara adzan dgn sahur? Dia menjawab,
Sekitar 50 ayat. ” [Riwayat Al Bukhari & Muslim].
c). Hukum Sahur.
Sahur merupakan sunnah muakkad (sunnah nan ditekankan). Dalilnya:
• Perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِيْ السُّحُوْرِ بَرَكَةً رواه البخاري
ومسلم
“Bersahurlah, karena dlm sahur terdapat berkah”. [Riwayat Al
Bukhari & Muslim].
• Larangan meninggalkan sahur sebagaimana tersebut dlm hadits
Abu Sa'id nan terdahulu. Oleh karena itu, Al Hafizh Ibnu Hajar dlm Fathul Bari
(3/139) menukilkan ijma tentang sunnahnya sahur.
4. Waktu Puasa.
Waktu puasa dimulai dari terbit fajar Subuh sampai terbenam matahari. Dalilnya,
yaitu firman Allah, nan artinya: “Dan makan & minumlah kalian sampai jelas
bagi kalian putihnya siang & hitamnya malam dari fajar, kemudian
sempurnakanlah puasa sampai malam”. [Al-Baqarah:186].
Setelah jelas waktu fajar, maka kita ini menyempurnakan puasa
sampai terbenam matahari, lalu berbuka sebagaimana disebutkan dlm hadits Umar
Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَهُنَا وَ أَدْبَرَ النَّهَارُ
مِنْ هَهُنَا وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ رواه البخاري ومسلم
“Jika telah datang waktu malam dari arah sini & pergi waktu
siang dari arah sini serta telah terbenam matahari, maka orang nan berpuasa
telah berbuka”. [Riwayat Al Bukhari & Muslim]
Waktu berbuka tersebut dapat dilihat dgn datangnya awal
kegelapan dari arah timur setelah hilangnya bulatan matahari secara langsung.
Semua itu dapat dilihat dgn mata telanjang, tak memerlukan alat teropong utk
mengetahuinya.
5. Perkara-Perkara nan
Membatalkan Puasa.
a). Makan & minum dgn sengaja. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, nan
artinya: “Dan makan & minumlah kalian sampai jelas bagi kalian putihnya
siang & hitamnya malam dari fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai
malam” [Al-Baqarah:186].
b). Sengaja utk muntah, atau muntah dgn sengaja.
c). Haid & nifas.
d). Injeksi nan berisi makanan (infus).
e). Bersetubuh.
6. Perkara-Perkara Lain
nan Harus Ditinggalkan Saat Berpuasa.
a). Berkata bohong. Dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , bahwa Rasulullah n bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَ اْلعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ
ِلهُِ حَاجَةً أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَه رواه البخاري
“Barangsiapa nan tak meninggalkan perkataan & perbuatan
bohong, maka Allah tak butuh dgn usahanya meninggalkan makan & minum”.
[Riwayat Al Bukhari].
b). Berbuat kesia-siaan & kejahatan (kejelekan). Disebutkan
dlm hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ اْلأَكْلِ وَالشَّرَابِ إِنَّمَا
الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ
فَقُلْ إِنِّيْ صَائِمٌ إِنِّيْ صَائِمٌ رواه ابن خزيمة والحاكم
“Bukanlah puasa itu (menahan diri) dari makan & minum,
(tetapi) puasa itu adalah (menahan diri) dari kesia-siaan & kejelekan, maka
kalau seseorang mencacimu atau berbuat kejelekan kepadamu, maka katakanlah:
Saya sedang puasa. Saya sedang puasa”. [Riwayat Ibnu Khuzaimah & Al Hakim].
7. Perkara-Perkara nan
Dibolehkan.
a). Orang nan junub sampai datang waktu fajar, sebagaimana disebutkan dlm
hadits Aisyah & Ummu Salamah, keduanya berkata: “Sesungguhnya Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam mendapatkan fajar (Subuh) dlm keadaan junub dari
keluarganya, kemudian mandi & berpuasa”. [Riwayat Al Bukhari & Muslim].
b). Bersiwak.
c). Berkumur & memasukkan air ke hidung ketika berwudhu`.
d). Bersentuhan & berciuman bagi orang nan berpuasa, & dimakruhkan bagi
orang-orang nan berusia muda, karena dikhawatirkan hawa nafsunya bangkit.
e). Injeksi nan bukan berupa makanan.
f). Berbekam.
g). Mencicipi makanan selama tak masuk ke tenggorokan.
h). Memakai penghitam mata (celak) & tetes mata.
i). Menyiram kepala dgn air dingin & mandi.
8. Orang-Orang nan
Dibolehkan Tidak Berpuasa.
a). Musafir (orang nan melakukan perjalanan atau bepergian ke luar kota).
Mereka diberi kemudahan oleh Allah utk berbuka. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman, nan artinya: “Dan barangsiapa sakit atau dlm perjalanan (lalu dia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari nan ditinggalkannya
itu pada hari-hari nan lain”. [Al-Baqarah:185]. Mereka diperbolehkan berbuka
& mengqadha (mengganti) puasanya pada bulan-bulan nan lainnya.
b). Orang nan sakit diperbolehkan berbuka puasa pada bulan
Ramadhan sebagai rahmat & kemudahan nan Allah limpahkan kepadanya. Orang
Sakit nan dibolehkan utk berbuka puasa, jika sakit tersebut dapat membahayakan
jiwanya, atau menambah sakitnya nan ditakutkan akan mengakhirkan atau
memperlambat kesembuhannya jika si penderita berpuasa.
c). Wanita nan sedang haid atau nifas diwajibkan berbuka,
maksudnya tak boleh berpuasa. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَ لَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ
نُقْصَانُ دِيْنِهَا
“Bukankah kalau dia sedang haid tak boleh shalat & tak boleh
puasa? Maka itulah kekurangan agamanya”. [HR Bukhari].
Juga hadits Aisyah ketika beliau ditanya tentang wanita nan
mengqadha puasa & tak mengqadha shalatnya:
كَانَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ صَوْمِنَا وَلاَ
نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ صَلاَتِنَا
“Dulu kamipun mendapatkannya, lalu kami diperintahkan utk
mengqadha puasa & tak diperintahkan mengqadha shalat”. [HR Bukhari &
Muslim].
Berdasarkan ijma' para ulama, maka wanita nan sedang haid atau
nifas, diwajibkan berbuka & mengqadha puasanya pada bulan-bulan nan lain.
d). Orang nan sudah tua & lemah, baik laki-laki maupun
perempuan dibolehkan utk berbuka, sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas: “Orang
laki-laki & perempuan tua nan sudah tak mampu berpuasa, maka mereka memberi
makan setiap hari seorang miskin”. [Riwayat Al Bukhari, no. 4505].
e). Wanita sedang hamil atau menyusui, nan takut terhadap
keselamatan dirinya & anak nan dikandungnya atau anak nan disusuinya, juga
termasuk nan mendapat keringanan utk berbuka. Tidak ada kewajiban bagi mereka,
kecuali fidyah. Demikian ini adalah pendapat Ibnu Abbas & Ishaq. Dalilnya
ialah firman Allah, nan artinya: Dan wajib bagi orang-orang nan berat
menjalankannya membayar fidyah (jika mereka tak puasa), (yaitu) memberi makan
seorang miskin. [Al-Baqarah: 184].
Ayat ini dikhususkan bagi orang tua nan sudah lemah, orang sakit
nan tak kunjung sembuh, orang hamil & menyusui jika keduanya takut terhadap
keselamatan dirinya atau anaknya. Karena ayat di atas telah dinasakh oleh ayat
nan lain, sebagaimana disebutkan dlm hadits Abdulah bin Umar & Salamah bin
Al Akwa':
كُنَّا فِيْ رَمَضَانَ عَلَى
عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ فَافْتَدَى
بِطَعَامِ مِسْكِيْنِ
حَتَّى نَزَلَتْ هَذِهِ
الأَيَةُ: فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْ.
“Kami dahulu pada bulan
Ramadlan dimasa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam nan mau berpuasa,
boleh & nan tak bepuasa juga boleh, tapi memberikan makan kepada 1 orang
miskin, sampai turun ayat (yang artinya) “Barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada
bulan itu, -QS Al Baqarah ayat 185-
,
Akan tetapi Ibnu Abbas berpendapat, bahwa ayat tersebut tak dinasakh (dihapus).
Ayat ini khusus bagi orang-orang tua nan tak mampu berpuasa, & mereka boleh
memberi makan 1 orang miskin setiap hari. (Lihat perkataannya nan diriwayatkan
Ibnul Jarut, Baihaqi & Abu Dawud dgn sanad shahih). Pendapat ini dikuatkan
juga oleh hadits Mu'adz bin Jabal, ia berkata:
فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَصُومُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَيَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ
فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِلَى قَوْلِهِ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ شَاءَ أَنْ
يَصُومَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَنْ يُفْطِرَ وَيُطْعِمَ كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينًا
أَجْزَأَهُ ذَلِكَ وَهَذَا حَوْلٌ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى شَهْرُ رَمَضَانَ
الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ إِلَى أَيَّامٍ أُخَرَ فَثَبَتَ الصِّيَامُ
عَلَى مَنْ شَهِدَ الشَّهْرَ وَعَلَى الْمُسَافِرِ أَنْ يَقْضِيَ وَثَبَتَ
الطَّعَامُ لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْعَجُوزِ اللَّذَيْنِ لَا يَسْتَطِيعَانِ
الصَّوْمَ
“Sesungguhnya Rasulullah setelah datang ke Madinah memulai puasa
3 hari setiap bulan & puasa hari Asyura, kemudian Allah turunkan firmanNya
” Wahai orang-orang nan beriman, telah diwajibkan atas kelian berpuasa. . . ”
sampai pada firmanNya “. . . memberi makan. “. Ketika itu, siapa nan ingin
berpuasa, dia berpuasa. Dan nan ingin berbuka (tidak puasa), bisa menggantinya
dgn memberi makan 1 orang miskin. Ini selama 1 tahun. Kemudian Allah menurunkan
lagi ayat nan lain “Bulan Ramadhan nan diturunkan padanya Al Qur'an . . . ”
sampai pada firmanNya “. . di hari nan lain . . “. Maka puasa tetap wajib bagi
orang nan mukim (tidak safar) pada bulan tersebut, & bagi musafir wajib
mengqadha puasanya, & menetapkan pemberian makanan bagi orang-orang tua nan
tak mampu utk berpuasa . . . . ” [HR Abu Dawud, Baihaqi & Ahmad].
Pendapat ini dirajihkan oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
& Salim Al Hilali dlm Shifat Shaum Nabi, lihat halaman 80-84.
9. Berbuka Puasa.
a). Mempercepat waktu berbuka puasa. Termasuk sunnah dlm puasa, yaitu
mempercepat waktu berbuka. Sebagaimana dikatakan oleh Amr bin Maimun Al Audi,
bahwa sahabat-sahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang
nan paling cepat berbuka & paling lambat sahurnya. [Diriwayatkan oleh
Abdurrazaq dlm Al Mushannaf, no. 7591 dgn sanad nan dishahihkan Ibnu Hajar dlm
Fathul Bary, 4/199].
Manfaat dari mempercepat berbuka ialah:
• Untuk mendapatkan kebaikan. Disebutkan dlm hadits nan
diriwayatkan Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا اْلفِطْرَ رواه
البخاري ومسلم
“Manusia akan senantiasa dlm kebaikan selama mereka mempercepat
buka puasanya. “. [Riwayat Al Bukhari & Muslim].
• Merupakan Sunnah Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
• Untuk membedakan dgn puasa ahli kitab, sebagaimana disebutkan dlm hadits Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
لاَ يَزَالُ الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ،
لأَنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُوْنَهُ رواه أبو داود وابن حبان بسند
حسن
“Agama ini akan senantiasa menang selama manusia (kaum Muslimin)
mempercepat buka puasanya, karena orang-orang Yahudi & Nashrani
mengakhirkannya”. [Riwayat Abu Dawud & Ibnu Hibban dgn sanad hasan].
Dan berbuka puasa dilakukan sebelum shalat Maghrib, karena
merupakan akhlak para nabi.
b). Makanan Berbuka.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan kita ini utk berbuka dgn
kurma, & kalau tak ada, maka dgn air sebagaimana dikatakan Anas bin Malik:
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berbuka dgn ruthab sebelum shalat,
kalau tak ada ruthab, maka dgn kurma, & kalau tak ada kurma, Beliau
menghirup (meminum) beberapa teguk air”. [HR Ahmad, Abu Dawud & Ibnu
Khuzaimah dgn sanad nan shahih]. Ini merupakan kesempurnaan kasih sayang &
perhatian Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap umatnya.
c). Bacaan Ketika
Berbuka.
Berdoa ketika berbuka termasuk dari doa-doa nan mustajab, sebagaimana
disabdakan Rasulllah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ دَعْوَةُ الصَّائِمِ وَ دَعْوَةُ
الْمَظْلُوْمِ وَ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
“Ada 3 doa nan mustajab, (yaitu): doanya orang nan berpuasa,
doanya orang nan terzhalimi & doanya para musafir”. [HR Al Uqaili].
Sebaiknya berdoa dgn doa:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَ ثَبَتََ الأَجْرُ
إِنْ شَاءَاللهُ
“Mudah-mudahan hilang dahaga, basah otot-otot & mendapat
pahala, insya Allah”.
d). Memberi Makan
Kepada Orang nan Berpuasa.
Hendaknya orang nan berpuasa menambah pahala puasanya dgn memberi makan orang
nan berbuka puasa. Orang nan melakukannya akan mendapatkan pahala nan sangat
besar. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرُ أَنَّهُ
لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barangsiapa nan memberi buka puasa orang nan berpuasa, maka dia
mendapat (pahala) seperti pahalanya (orang nan berbuka itu) tanpa mengurang
sedikitpun pahala orang nan berpuasa tersebut”. [HR Ahmad & At Tirmidzi]
10. Adab Orang nan
Berpuasa.
a). Memperlambat sahur.
b). Mempercepat berbuka puasa.
c). Berdoa ketika berpuasa & ketika berbuka.
d). Menahan diri dari perkara-perkara nan merusak puasa.
e). Bersiwak.
f). Memperbanyak berinfak & tadarus Al Qur`an.
g). Bersungguh-sungguh dlm beribadah, khususnya pada sepuluh hari terakhir.
Demikianlah beberapa hal nan berkaitan dgn ibadah puasa nan
kamisampaikan secara singkat. Mudah-mudahan bermanfaat.
Maraji`:
1. Shifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, oleh Salim Al Hilali &
Ali Hasan.
2. Fatawa Ramadhan.
3. Majmu' Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
4. Qiyam Ar Ramadhan, Syaikh Muhammad Nashruddin Al Albani.
[Disalin dari majalah
As-Sunnah Edisi, 06/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
0271-858197 Fax 0271-858197]
sumber: www.almanhaj.or.id penulis Ustadz Abu Asma Kholid bin Syamhudi tags:
Alaihi Wa Sallam, Shalat Tarawih, Abu Dawud, Bahasa Arab, Terbenam Matahari,
Diri Dari, Subhanahu Wa, Firman Allah